"L"
Aku mencintai kesunyian. Aku tidak seperti kebanyakan orang
yang memiliki pasangan untuk berbagi keresahan. Bagiku, kesunyian adalah
pasangan terbaik untukku berbagi keresahan--orang-orang menyebutnya introvert--
yang jika dilihat dari sudut pandang orang normal, aku adalah orang aneh. Di
kesunyian, Kesepian menjadi teman terbaikku. Aku mengenal orang-orang hebat
semacam nietszche,jean-paul sartre,dan
rabindranth tagore melalui kesunyian. Mereka datang bersama kesepian—yaitu
melalui buku-buku yang kubaca— aku di perkenalkan pada mereka. Entah sejak
kapan aku mulai menyukai buku dan kesunyian, yang aku tahu-- dari dulu hingga
sekarang--hanya mencoba agar aku bisa bercerita dengan diriku yang lain ketika
kesepian datang mengunjungiku.
Sebut saja namaku “ L”, aku memakai nama itu sebagai bentuk
apresisasi terbesarku untuk sebuah film sekuel jepang yang berjudul “death
note”, dimana karakter L dalam film itu—yang juga seorang intovert—begitu
cerdas hingga aku menganggumi karakter tersebut. Meskipun aku menganggumi
karakter L dalam film itu, aku tidak akan berbicara tentangnya, tapi L dalam
kehidupan nyata. Orang-orang yang sama sepertiku maupun karakter L, yaitu
mereka yang bergelut bersama realitas, yang mungkin saja—baik secara langsung
ataupun tidak—berusaha menolak realitas.
Aku lahir dan di besarkan disebuah desa kecil, terpencil dan
jauh dari keriuhan perkotaan. Makanya, aku terbentuk oleh lingkungan dimana
kesunyian begitu akrab dalam tubuh masyarakat, suatu keadaan yang mengharuskan
norma berlaku dengan ketaatan yang total pada moralitas. Hubungan kemanusiaan
yang masih kental di rasakan menjadi kekhasan tersendiri. Budaya malu yang
masih tertanam dan mengakar, menjadi batasan kuat yang hanya butuh dipupuk lebih dalam. Desaku
merupakan daerah pesisir, berhadapan langsung dengan bukit yang ketika senja,
matahari selalu menyempatkan diri tersenyum sebelum akhirnya tenggelam dan
malam menyapa. Sekali lagi, aku tidak akan terlalu jauh membahas mengenai
desaku. Aku hanya memberi gambaran sekilas tentang tempat aku besar dan
bertumbuh, hanya sekilas.
Sekarang aku berada jauh dari tempat kelahiranku. Di sebuah
kota yang akrab di sapa dengan sebutan kota daeng, yang katanya adlah tempat
kelahiran para karaeng. Yah, aku sedang berada di kota makassar. Di suatu sudut
rumah dengan kesunyiannya yang total, yang dengannya aku bisa mengamati setiap
tingkah dari orang yang berlalu-lalang. Tempat yang mengabarkan padaku bahwa
manusia dalam dunianya hanyalah semacam reality show—dengan perannya
masing-masing, dengan kesibukannya masing-masing , dan keresahannya
masing-masing—di atas panggung kehidupan bergelut dalam kepalsuan. Setiap hari
ketika aku sedang bosan, aku sering menikmati
dan mengamati reality show yang dibisikkan oleh kesunyian padaku.
Dimulai dari greg, pria maskulin, tinggi, dan tampan, yang hanya dengan
sekali kedipan mata, mungkin saja membuat semua wanita jatuh di pelukannya. Aku
melihat greg sebagai sebuah aturan, hidupnya seakan terjadwal dengan baik tanpa
sedikitpun cela untuk melanggar. Greg berjalan bersama aturan yang dibawanya,
menuju halte bus, disana ia bertemu patrick—pria dengan pakaian
compang-camping—si tunawisma. Patrick adlah lambang pemberontakan, lahir sebagai
sebuah gagasan bahwa aturan tidak hanya akan mengikat tapi juga membelenggu.
Dua pria yang aku sering amati, yang terpisah oleh sekat dan
struktrur sosial ini. Bagaimana pun juga, memiliki benang merah dimana—yang
dalam konteks ihwal— mereka sama dan sederajat. Pernah, secara tidak sengaja, aku melihat greg
menangis. Greg sendiri, hanya ada sunyi. Pun, tidak berbeda jauh dengan
patrick. Pernah sekali, aku melihatnya berpakain rapi, ia melanggar aturannya
untuk melanggar aturan. Dan lagi-lagi dia sendiri, yang ada hanya sunyi.
Sampai pada saat itu tiba, saat dimana aku menyadari bahwa
semua itu palsu dan penuh kebohongan. Baik dari greg maupun patrick. Aku
menjadi lega, aku tersenyum sembari menggumam “ah, kesunyian memang selalu
membuat manusia menjadi dirinya sendiri.” Dan aku, si “L” sebut saja aku
sebagai kesunyian.
Comments
Post a Comment