Brengsek!! Saya Kecanduan Gadget

Dunia manusia sudah dibagi dua; dunia nyata dan dunia maya. Dan sikap, saya rasa, juga sudah terpecah jadi dua; diri kita sendiri dan orang lain yang bukan diri kita.

Mungkin ada yang bangun pagi dengan muka kusut, rambut awut-awutan, dan berbagai hal yang identik dengan kenyataan bahwa itu masih kita. Tapi begitu ponsel dinyalakan, pencitraan dimulai.

Saya selalu merasa sangat kecanduan produk dan kemudahan yang ditawarkan dunia modern. Kalau bangun pagi, hampir tiap hari, saya akan selalu menemukan diri saya mengambil ponsel yang disusun bersama buku di atas kursi kayu ; awalnya buku Gabriel Garcia Marques, kali ini milik Franz Kafka. Lalu saya akan membuka media sosial diponsel, begitu seterusnya sampai-sampai tidak sadar sudah melewati seharian penuh tanpa membuka selembar pun buku yang harusnya saya baca.

Bahkan saat baterai ponsel hampir habis dan saya mengambil charger untuk di isi kembali sampai penuh (saya rasa ini harusnya jadi waktu yang tepat untuk khusyuk membaca), saya hanya akan membuka satu lembar, dua lembar, tiga lembar lalu berhenti ditengah-tengah dengan perasaan setengah hati. Tentu saja rasa dongkol itu karena tidak tuntas berselancar di dunia maya. Saya terlalu peduli hal yang ada di dunia maya bahkan, dengan itu, saya tidak mau tahu asal kertas dan kantong plastik yang sudah hampir penuh dikamar.

Tekhnologi tidak hanya menciptakan jarak antara saya dengan orang lain, tapi juga diri saya sendiri. Proyek besar peradaban modern telah berhasil meracuni saya. Saya kecanduan.

Benar kata Herbert Marcuse, "Ilmu pengetahuan dan tekhnologi, dalam dirinya mengandung kekuasaan. Hanya berkembang sesuai ketentuannya sendiri, sehingga akan memperbudak manusia dengan segala ketergantungannya pada produk-produknya."

Dalam buku Epistemologi Kiri, yang di susun Listiyono Santoso dkk., saya baca ringkasan pemikiran Marcuse dan sangat suka kutipan diatas. Seiring berjalannya waktu, kalau dulu suka baca buku disiplin ilmu, sekarang saya perlahan tertarik baca novel. Tapi perpindahan saya dari satu jenis buku ke buku lain, terhalang kendala akibat kecanduan saya akan gadget. Saya menjilat ludah sendiri. Saya sudah lupa pada Herbert Marcuse dan kutipan itu. Saya semakin malas membaca. Saya lupa diri sendiri, dan merasa jadi orang lain. Tidak. Mungkin saya tidak merasa jadi orang lain, saya benar-benar sudah jadi orang lain sekarang.

Tekhnologi tidak cuma mengubah pola pikir, tapi juga pola hidup saya. Mungkin bukan hanya saya, ada juga orang lain seperti saya dan punya perasaan sama dengan apa yang saya rasakan. Sayangnya, tidak ada yang bisa kita lakukan sekarang selain mengakui apa yang mengubah kita ini, membuat kita tidak bisa berbuat dan mengubah apa-apa. Dunia modern memang berengsek.

Comments

Popular Posts