Menjadi Gila di Media Sosial

Semalam saya buka atau lebih tepatnya stalking prankster luar negeri di media sosial. Saya lihat-lihat foto dan baca komentar dari para pengikut prankster tersebut, menemukan ada komentar spam banyak sekali di lakukan oleh satu orang, mungkin untuk coba cari perhatian. Karena penasaran, saya beralih membuka bio orang berkomentar spam ini. Setelah lihat biografinya, saya jadi tidak heran kenapa orang ini begitu mau diperhatikan. Rupanya ia seorang yang bisa dibilang sedang mengalami masa sulit dalam hidupnya.

Tidak butuh lebih banyak waktu untuk saya tahu seberapa depresinya orang ini. Hanya cukup melihat biografinya maka siapapun sudah memahami tindakan-tindakan yang dalam pandangan umum gila, mengapa dianggap wajar oleh dia. Seperti misalnya mengunggah gambar kotoranya di kloset, atau memperlihatkan foto mulut orang dengan gigi kuning. Selain itu ia juga biasa mengunggah gambar telunjuk dengan kotoran gigi di ujung jarinya. Umumnya, siapapun pasti mual dan merasa seperti yang saya rasakan, dimana isi perut saya berontak mencari jalan keluar.


Di biografi ia menulis riwayat yang seakan-akan mengisyaratkan untuk orang umum tidak usah melihat, tapi dengan maksud mau di perhatikan. Misalnya saja ia menulis begini di bio nya: 'Aku mengacaukan kotoran. Aku frustasi secara seksual. Aku seorang gadis yang terjebak dalam tubuh perempuan. Aku mimpi burukmu. Aku mengambil banyak kesedihan', dan semua bukti berupa foto-foto yang diunggahnya betul-betul seperti mimpi buruk bagi saya. Ini saya pikir bukan perilaku yang masuk akal secara umum, tapi akan logis jadinya kalau saya (atau siapapun) berada di posisi yang sama seperti yang dirasakan orang tersebut, butuh perhatian.

Di satu sisi perilaku orang tersebut memamg sebuah tindakan gila, tapi di sisi lain, saya tidak bisa dan tidak punya hak menimbang apalagi menyuruhnya sadar dan keluar menemui kerumunan orang-orang. Saya jadi bertanya-tanya tadi malam, apakah orang ini gila? Kalau ia gila, kenapa ia tidak buta tekhnologi bahkan sangat pintar memakai produk modern? Ini tidak seharusnya bisa wajar di lakukan orang yang tidak punya pikiran logis. Masalahnya ia tidak seperti orang yang (mohon maaf) tidak waras lainnya, yang tiap hari ketawa tidak jelas, rambut acak-acakan, dan baju compang-camping.

Malihatnya secara fisik, saya tidak membayangkan yang dilakukannya jadi mungkin. Tapi kalau kita bisa kembali dan harus membayangkaan kegilaan, tindakan-tindakan tidak masuk akal seperti saudara membunuh saudaranya, anak membunuh orangtuanya, ayah memperkosa anaknya, atau perilaku tidak normatif lainnya, kegilaan jadi luas definisinya. Ya, secara sadar atau tidak, di zaman sekarang kegilaan sudah bermacam-macam. Bahkan kalau kita mau mengakui, ketika ada orang gila melakukan hal tidak berguna seperti mengumpulkan sampah (saya pernah lihat itu di kost-an lama saya di Pengayoman), saya rasa itu jauh lebih masuk akal karena secara tidak langsung sudah menjaga keseimbangan alam.

Memang sulit untuk menjaga alam tetap seimbang di era dimana diam jadi semacam pemberontakan, dan kegilaan yang tidak bisa dideteksi. Bayangkan tiap jam atau bahkan setiap detik kita harus menatap layar handphone, membuka media sosial dan menemukan banyak sekali kita berhadapan dengan hal-hal atau informasi yang diserap dari media sosial, kebanyakan kalau bukan berita bohong pasti berupa kekesalan personal. Ini saya rasakan terhadap diri sendiri, dimana ada banyak rasa kesal dan juga rasa jenuh menghadapi realitas sudah banyak di permainkan.

Pada akhirnya saya harus rela melakukan kegilaan lain dengan membuka media sosial orang-orang berbeda, dan secara umum dianggap gila. Anehnya, meskipun saya bahkan merasa mual, saya tidak bisa berhenti membuka media sosial tersebut. Tidak. Ini bukan karena saya suka melihat kotoran atau apapun yang di unggahnya. Ini lebih kepada saya hanya sadar, di tengah menggilanya kepalsuan di media sosial, ternyata masih ada yang berusaha tetap jujur dan apa adanya.

Comments

Popular Posts