Kodok dan Suara-Suara yang Membungkam Malam

"Malam seolah-seolah menciut, suara kodok-kodok terdengar jelas mengaburkan kesan gelap yang perkasa."

Saya tidak bisa tidur mendengar suara kodok itu bersahut-sahutan di bawah jendela kamar. Saya tidak ada masalah dengan suara kodok, dan sama sekali tidak geli ataupun takut. Saya hanya harus tetap tarjaga, karena merasa mendengar kesaksian dalam sebuah pertengkaran antara yang fana dan abadi; suara kodok, dan gelap.

Sekali-kali kodok diam, sekali lagi bersuara. Saya rasa kodok-kodok lebih banyak bersuara daripada diam, tapi ketika tidak ada suara sedikitpun, seperti ada sesuatu yang terjadi. Ini seperti seseorang memukul anda dari belakang, dan menemukan diri anda terbaring di rumah sakit. Dan anda hanya bisa puas dengan satu pertanyaan pasti; apa yang terjadi pada saya?

Tentu saja. Saya hanya tenggelam dalam imajinasi liar di kepala. Hal yang benar-benar terjadi, sebenarnya, saya tidak mengerti apa yang dilakukan kodok-kodok itu. Apakah mereka melihat hantu? Atau paling ekstrem, mungkinkah malam menceritakan rahasia kapan ia akan berhenti menjadi waktu?

Kali ini saya cuma bisa puas dengan mengambil sebatang rokok, menghisapnya perlahan, dan menghembuskannya ke langit-langit kamar bersama beragam pertanyaan yang tidak (mungkin) terjawab. Saya memunggungi suara kodok-kodok, malah menemukan kenyataan di sekelilingku seakan-akan ikut hidup bersama datangnya suara itu. Suara-suara dari kegelapan yang sangat menggangu orang-orang kelelahan, yang harus sudah ditimang-timang dengan hembusan angin dingin kesunyian. Hujan baru saja berhenti, meninggalkan jejak-jejak dari masa lalu; aroma, bunyi, dan rasa dari kesejukan alam semesta.

Keheningan malam, saya rasa, jadi kutukan untuk kodok-kodok itu. Makanya mereka berontak melawan dengan suara-suara aneh, dan malam tidak punya kuasa menghentikkanya. Malam tak berdaya oleh gelegar suara dan hentakan kaki yang asing.

Walau bagaimana, malam memang sudah punya batas yang sudah ditentukan. Malam hanya waktu dimana gelap bisa taat sepenuhnya. Saya tidak tahu, saat malam berakhir, mungkin saya akan melihat kodok-kodok melompat kesana kemari, menghidari tetesan air akibat embun yang jatuh dari daun-daun pohon. Tapi mungkin juga tidak sama sekali. Atau mungkin menerima bahwa apapun harus hilang bersama waktu. Mungkin, mungkin, dan mungkin, setiap kemungkinan harus di beri peluang; untuk ada ataupun tidak.

Saya pikir malam sudah seharusnya memotong tali pusar keabadiannya, mengingat ketidakberdayaanya karena suara kodok-kodok yang butuh hidup lebih banyak. Malam hanya menelan kodok-kodok itu dalam kegelapan, tapi tidak bisa membungkam suara-suaranya. Titik dan koma, hidup memang selalu dipenuhi tanda baca. Tinggal kita harus menggali lebih dalam, atau cukup mengenali ada potensi dari kelimpahan yang tidak terhingga.

Comments

Popular Posts