Apa yang Harus Saya Lakukan

Dalam dua hal ini saya kesulitan menentukan mana sebenarnya yang benar-benar tiap hari membuat saya hanya bisa bolak-balik di tempat tidur: skripsi atau pulang kampung.

Saya merasa pagi sudah jadi semacam kesalahan, dimana saya bahkan belum sempat belajar banyak darinya. Setiap dini hari saya terbangun dan menemukan saya hanya bisa menghela nafas dalam dalam. Ini penting mengingat banyaknya waktu terbuang sia-sia, dan bahwa dengan itu bisa di pastikan saya tidak mungkin memutarnya kembali.

Masa depan saya sungguh sangat dipertaruhkan. Saya tahu tidak bisa berbuat apa-apa, dan dengan itu tidak ada apapun yang saya perbuat. Sungguh canggung menghadapi kenyataan meninggalkan saya sendirian di sudut-sudut kesunyian, dan hanya bisa duduk melipat tangan di lutut sambil menyandarkan kepala di atasnya.

Beberapa kali tongkat realitas memukul pundak saya, dan saya cuma menoleh berharap semuanya belum berubah sama sekali; tapi tidak ada yang terjadi selain kenyataan memang berubah-ubah setiap waktu. Kenyataan berkali-kali menginjak sisa terakhir kepercayaan diri saya, hanya untuk membuktikan bahwa yang saya (atau mungkin semua manusia) lakukan cuma kesia-siaan. Saya jadi lupa betapa tidak jelasnya sebuah harapan.

Saya berpegang dan menggenggam kuat-kuat harapan, malah menemukan sebenarnya yang saya genggam cuma angin. Benar bahwa tidak ada yang sia-sia dari alam, dan bahwa alam tidak memberikan sesuatu yang tidak berarti sama sekali. Tapi, haruskah kita cuma tersenyum dan menerima begitu saja sudah di tempatkan di sisi jurang ketidakpastian?

Comments

Popular Posts