Melihat Orang-orang Menyebalkan di Media Sosial, Bagaimana Cara Menghadapinya Supaya Tidak Ikut Emosi?


Sudah banyak kejadian orang ditangkap karena menyebar hoax, ujaran kebencian, rasisme dan sebagainya. Dan itu kebanyakan berawal dari media sosial. Sebenarnya untuk tidak terpengaruh hal semacam itu caranya cuma satu, jangan emosi. Tapi semakin ke sini media sosial makin diminati dan penggunanya juga semakin banyak, berita sulit dikendalikan dan emosi sukar dibendung. Bagaimana cara gara tidak emosi di media sosial dan terus-terusan--merasa-- bahagia?

Semakin umur bertambah, saya semakin sadar bahwa tidak semua hal bisa kita bagikan. Memang berbagi itu baik, sangat baik malah. Tapi kadang ada hal dari hidupmu yang tidak mesti kamu bagikan, yang orang lain tidak harus tahu.

Berkali-kali dan ini sangat sering, saat saya mau menulis status di media sosial, saya batalkan tiba-tiba.

Misalnya saat saya kesal melihat orang lain mau begitu saja dibodohi berita-berita tidak jelas, tangan saya tiba-tiba akan mengetik status buat menyampaikan keresahan saya perkara itu. Tapi kebanyakan tidak jadi. Kenapa? Karena Saya berpikir buat apa juga saya mengganggu hak orang, toh mereka juga melakukan itu secara sadar kok. Termasuk sadar resiko apa yang mereka dapat ke depannya.

Tapi tidak jarang saya juga malah kebablasan, mungkin karena terlalu kesal, dan terjurumus begitu saja ke dalamnya. Saya sadar itu salah, dan tidak ada cara lain mengubahnya selain cuma, ya, tentu saja harus bersabar .

Untuk menemukan kesabaran ini malah yang lebih susah.

Media sosial adalah tempat seseorang bersosialisasi tapi dengan jaminan privasi tetap terjaga. Seseorang bisa berkomunikasi di mana pun, kapan pun, dan tidak ada yang akan tahu keberadaan kita. Makanya ini juga semacam tempat di mana seseorang karena terlalu merasa bebas, malah bisa ujung-ujungnya masuk penjara. 

Makanya untuk menahan supaya diri tidak sampai salah bertindak, dan bisa sedikit lebih sabar, ada beberapa cara yang saya lakukan.

1. Membaca Buku

Membaca buku cara pertama yang saya lakukan saat kesal dan ingin berteriak 'bodoh' sekeras-kerasnya ke orang lain, entah siapa saya juga tidak tahu. Dengan membaca pikiran jadi terbuka.

 John Dewey pernah bilang, "Pikiran itu seperti parasut, hanya berfungsi saat sedang terbuka."

Jadi saya mengerti betul kalau melihat orang tidak punya pikiran terbuka berarti dia tidak suka membaca, atau bisa juga suka membaca tapi membatasi bacaannya sebatas yang itu-itu saja. Yang kedua ini sama seperti mereka yang mudah terpengaruh berita bohong karena tidak pernah membaca sama sekali.

Bisa saja mereka cuma mau membaca buku yang kanan-kanan saja, lalu menutup diri sama buku kekiri-kirian. Ini tidak bagus menurut saya. Karena untuk akrab dan berteman dengan orang lain saja kan kita butuh berkenalan, baru kemudian kita tahu sejarah hidup orang itu seperti apa.

Begitu juga saat membaca buku. Kita harus membaca isinya dulu, mencoba akrab, baru kemudian tahu dan mengenal sejarahnya seperti apa. Ngomong-ngomong, kasus razia buku kemarin gimana kabarnya, ya?

Yha, itu benar. Karena, tidak membaca membuatmu tidak mudah paham, sedikit membaca membuatmu salah paham, dan banyak membaca membuatmu paham bahwa kau tidak paham apa-apa.

2. Nonton Film

Menonton film juga salah satu cara saya menghilangkan stres saat melihat kelakuan-kelakuan gila orang di media sosial. Dan saya paling suka nonton film di Iflix atau LK21 (alasannya karena gratis). Itu kalau di warkop, wifi juga gratisan. Hahaha

Tapi kalo tidak sedang di warkop saya lebih suka menonton drama Korea saja, dikirim lewat flashdisk. Persetan orang mau bilang apa, ini juga saya lakukan buat diri sendiri. Cuma buat kesenangan. Perlu dicatat ya, buat senang-senang, tidak lebih.  Saya bukan k-popers sejati. Saya cuma orang yang tergila-gila menonton film. Sebatas itu saja kok. (bilang aja gak mau disebut k-popers)

3. Nongkrong di Warkop

Seperti sudah saya bilang di atas bahwa saya sering nongkrong di warkop. Saya sebenarnya tidak terlalu suka ketemu orang banyak. Tapi sendiri terus di kamar tidak melakukan apa-apa saya juga kadang merasa bosan.

Makanya saat bosan saya memilih pergi ke warkop buat ketemu teman dan membaur dengan orang-orang. Itu juga tidak banyak, cuma yang saya sudah kenal lama saja.

Kabar baiknya, di warkop saya ketemu teman yang sama-sama punya kesukaan membaca, jadi kami sering bicara masalah buku bacaan, referensi buku apa lagi yang harus saya cari, atau diskusi persoalan remeh seperti pengalaman masing-masing.

Dan itu membuat saya lupa sama sekali persoalan ribut-ribut di media sosial tadi.

Dunia maya tetap maya, meski yang menggunakannya bukan robot, tetap saja rasanya beda sama sekali dengan waktu melakukan interaksi di dunia nyata. Dunia nyata lebih menyenangkan, juga lebih jujur.

4. Tidur

Dalam hal menyelesaikan masalah tidur memang tidak bisa lepas. Meskipun cuma sementara dan terkesan malas, tapi saat bangun pikiran sedikit bisa lega. Sedikit. Cuma sedikit. Itu juga kalau iya. Tapi itu yang saya lakukan terus-terusan saat stres dan hampir hilang pikiran.


Membaca buku, menonton film, nongkrong di warkop, dan tidur hanya sebagian kecil yang bisa kita lakukan untuk mengurangi stres. Ada banyak kegiatan di luar sana dari pada sekedar membuang-buang waktu seperti yang saya lakukan. Tapi saya bahagia cuma dengan itu. Dan itu yang penting.

Memang banyak kegiatan yang lebih bisa menghasilkan uang di luar sana, tapi belum tentu menghasilkan kebahagiaan.


"Jarang sekali orang mau menyisihkan kebahagiaannya datang ke sebuah acara soal pentingnya uang, tapi banyak orang mau menyisihkan uangnya datang ke sebuah acara untuk tahu betapa pentingnya bahagia." -Ryan Andriandy

Saya pikir bahagia segala-segalanya. Intinya sibukkan dirimu dengan melakukan hal-hal yang kamu suka, tidak peduli orang mau bilang apa, mau melakukan apa pun terserah. Itu urusan mereka. Toh, yang dapat manfaat atau malah dapat masalah dia dia juga kok. 

Comments

Popular Posts